Maksimalkan Pajak - Setelah dilaksanakan rapat paripurna tentang kenaikan Harga BBM Pemerintah indonesia membuat strategi memaksimalkan pajak. Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, Sabtu malam, 31 Maret, telah mengumumkan beberapa langkah strategis yang akan dilakukan pemerintah menyiasati pembatalan kenaikan harga BBM.
Langkah yang disiapkan antara lain mempercepat proses konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG), efisiensi anggaran, dan memaksimalkan pendapatan negara. Percepatan konversi BBM ke BBG diyakini bisa mengurangi bebas subsidi negara
"Penghematan anggaran juga akan dilakukan di kementerian, lembaga negara, dan anggaran daerah. Selain itu, pendapatan daerah terutama pajak akan dimaksimalkan dalam memenuhi target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara," kata SBY.
Dalam keterangan persnya di Istana Negara malam tadi, SBY juga mengungkapkan alasan pemerintah menaikkan harga BBM. Menurut dia, usulan penyesuaian harga BBM itu dilatarbelakangi oleh harga minyak mentah dunia yang naik. Selain itu, penyesuaian harga BBM juga diyakini bisa menyelamatkan APBNP dari kebocoran.
Meski begitu, SBY memahami kondisi sosial dan politik yang menentang rencana kenaikan harga BBM tersebut. Gelombang aksi unjuk rasa yang menolak rencana kenaikan harga BBM itu terjadi di mana-mana. Bahkan aksi unjuk rasa itu masih berlangsung meskipun DPR sudah menetapkan penundaan kenaikan harga.
Di Makassar misalnya, ratusan mahasiswa masih berunjuk rasa menolak kebijakan itu. Mahasiswa di beberapa titik memblokir jalan sehingga arus lalu lintas tersendat. Jalur yang diblokir antara lain di Flyover Jl Urip Sumoharjo, persimpangan Jl AP Pettarani-Jl Sultan Alauddin, depan kampus UMI Makassar, dan beberapa lokasi lainnya.
Pengamat ekonomi Makassar, Agus Arman memberi apresiasi terhadap DPR yang menunda kenaikan harga BBM. Hanya saja, kata Agus, penundaan kenaikan harga itu tidak bisa menahan laju harga sembilan bahan pokok (sembako) yang telanjur naik sejak beberapa hari terakhir ini.
"Kenaikan beberapa bahan pokok di pasar memang merupakan dampak ekspektasi dari rencana kenaikan BBM. Para pelaku usaha telanjur memprediksi dan yakin bahwa BBM yang merupakan faktor utama sektor ekonomi itu akan dinaikkan," kata Agus.
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Mananejem (STIM) Nitro Makassar itu menambahkan para pelaku ekonomi sudah memperhitungkan segala sesuatunya, sehingga ada ketakutan dari dampak kenaikan harga BBM ini lalu mereka ambil start duluan menaikkan harga. Itu sebabnya Agus menyarankan pemerintah untuk turun ke pasar mengecek harga sembako dan komoiditi yang sudah telanjur naik sekalipun sangat tidak mudah bagi pelaku usaha untuk menormalkan kembali harga.
"Apalagi keputusan DPR kan bukan mengatakan tidak menaikkan, tetapi mengikuti harga minyak dunia. Kalau harga minyak dunia mengalami kenaikan 15 persen, maka pemerintah juga bisa manaikkan harga. Itu artinya kapan pun minyak dunia naik, maka BBM di Indonesia juga otomatis naik, makanya ada kakwatiran bagi pelaku usaha jika mereka menurunkan harga dan tiba-tiba harga BBM naik," papar Agus lagi.
Seperti diberitakan, sidang paripurna menyepakati penambahan pasal berisi syarat kenaikan BBM. Yakni, dalam hal harga minyak mentah Indonesia (ICP) mencapai 15 persen dalam kurun waktu enam bulan dari asumsi ICP APBNP 2012 sebesar USD 105 per barel, pemerintah boleh menaikkan harga BBM. Namun, oposisi menolak tambahan pasal karena dianggap inkonstitusional.
Saat sidang paripurna berjalan, Fraksi PDIP menganggap pasal tersebut bersifat siluman karena membohongi rakyat. Sebab, BBM pasti naik karena ICP Maret sudah mencapai USD 126 per barel. Selain itu, tambahan pasal bakal memicu polemik baru di MK karena mudah ditumbangkan saat judicial review.
Nah, Yusril melihat celah besar dari pasal 7 ayat 6 huruf a tersebut. Dia yakin, MK bakal membatalkan karena pasal itu mengabaikan kedaulatan rakyat. Dia juga memastikan bahwa asas kepastian hukum dan keadilan sudah dicederai. "Saya sedang menyiapkan draf uji formal dan materiilnya," tutur dia.
Pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin sepakat dengan langkah Yusril untuk mengajukan uji materi pasal tambahan tersebut. Pemerintah dianggap mencari-cari alasan pembenaran rencana menaikkan BBM karena pasal 7 ayat 6 huruf a tidak menyelesaikan polemik. "Uji konstitusional memang perlu dilakukan," terangnya kepada Jawa Pos kemarin.
Menurut Yusril, alasan bahwa subsidi BBM lebih baik digunakan rakyat miskin daripada orang kaya yang memiliki kendaraan juga dinilai tak rasional. Sebab, memberikan subsidi sudah menjadi kewajiban pemerintah. Itu sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Sedangkan memelihara fakir miskin adalah kewajiban lain di pasal 34 UUD.
Dua hal berbeda itulah yang seharusnya dilakukan pemerintah secara bersamaan. Bukan karena ingin memelihara fakir miskin dan anak telantar, lantas subsidi dicabut atau dikurangi. Kalau itu dilakukan, pemerintah tidak menjalankan amanat pasal 33.
Saat sidang paripurna berjalan, Fraksi PDIP menganggap pasal tersebut bersifat siluman karena membohongi rakyat. Sebab, BBM pasti naik karena ICP Maret sudah mencapai USD 126 per barel. Selain itu, tambahan pasal bakal memicu polemik baru di MK karena mudah ditumbangkan saat judicial review.
Nah, Yusril melihat celah besar dari pasal 7 ayat 6 huruf a tersebut. Dia yakin, MK bakal membatalkan karena pasal itu mengabaikan kedaulatan rakyat. Dia juga memastikan bahwa asas kepastian hukum dan keadilan sudah dicederai. "Saya sedang menyiapkan draf uji formal dan materiilnya," tutur dia.
Pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin sepakat dengan langkah Yusril untuk mengajukan uji materi pasal tambahan tersebut. Pemerintah dianggap mencari-cari alasan pembenaran rencana menaikkan BBM karena pasal 7 ayat 6 huruf a tidak menyelesaikan polemik. "Uji konstitusional memang perlu dilakukan," terangnya kepada Jawa Pos kemarin.
Menurut Yusril, alasan bahwa subsidi BBM lebih baik digunakan rakyat miskin daripada orang kaya yang memiliki kendaraan juga dinilai tak rasional. Sebab, memberikan subsidi sudah menjadi kewajiban pemerintah. Itu sesuai dengan pasal 33 UUD 1945. Sedangkan memelihara fakir miskin adalah kewajiban lain di pasal 34 UUD.
Dua hal berbeda itulah yang seharusnya dilakukan pemerintah secara bersamaan. Bukan karena ingin memelihara fakir miskin dan anak telantar, lantas subsidi dicabut atau dikurangi. Kalau itu dilakukan, pemerintah tidak menjalankan amanat pasal 33.
Kalaupun kenaikan sudah tidak terelakkan, Irman menyarankan presiden untuk memberikan pemahaman kepada rakyat. Tetapi, tak berarti tidak ada taruhannya. Dia mengatakan, kalau presiden tidak hati-hati, jabatannya bisa berhenti sebelum waktunya. "Pasal itu tidak hanya tumpang tindih, tapi komplikasi seperti penyakit," tegasnya.
Sementara itu, MK tidak mempermasalahkan kalau ada yang mau melakukan judicial review. Karena hal tersebut sudah menjadi tugas instansinya, dipastikan MK bakal siap memeriksa materi gugatan. "Prinsipnya, silakan untuk melakukan judicial review, tetapi kami tidak bisa mengomentari perkara yang akan masuk ke MK," ujar Juru Bicara MK Akil Mochtar.
Di bagian lain, pemerintah tidak mempermasalahkan rencana sejumlah pihak yang akan mengajukan uji materi pasal 7 ayat 6a UU APBNP 2012 ke MK. Menurut Menkum HAM Amir Syamsuddin, UU MK sudah mengatur legal standing siapa yang bisa mengajukan judicial review. "Bergantung pada orang yang merasa (dirugikan haknya)," kata Amir sebelum sidang kabinet di Kantor Presiden tadi malam. informasi ini dikuti dari http://www.fajar.co.id